Senin, 30 Juni 2014

PERPANJANGAN WAKTU PENYAMPAIAN SPT


Dirjen Pajak atas permohonan WP dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT untuk paling lama 6 bulan. (Pasal 3 ayat (4) UU KUP).

  1.   Prosedur Perpanjangan Waktu Penyampaian SPT Tahunan
Apabila WP temyata tidak dapat menyampaikan/ menyiapkan laporan keuangan tahunan atau neraca

SANKSI BERKAITAN DENGAN PENYAMPAIAN SPT


   1. Sanksi administrasi
SPT yang tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan (terlambat), dikenakan sanksi administrasi berupa denda (Denda pasal 7 KUP):
     a.    Rp 50.000 untuk SPT Masa
     b.    Rp 100.000 untuk SPT Tahunan

PEMOTONG PPH PASAL 21


    Pemotong PPh Pasal 21, yang selanjutnya disingkat Pemotong Pajak adalah:

   a.  pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit, bentuk usaha tetap, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;

b.   bendaharawan pemerintah termasuk bendaharawan pada Pemerintah

Minggu, 29 Juni 2014

PEMOTONGAN DAN PEMUNGUTAN PAJAK


Sesuai dengan Pasal 20 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), agar pelunasan pajak dalam tahun pajak berjalan mendekati jumlah pajak yang akan terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan, maka pelaksanaannya di antaranya dilakukan melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain. Pemotongan pajak dilakukan terhadap penghasilan yang diperoleh/diterima oleh Wajib Pajak, seperti:
§  penghasilan dari pekerjaan, jasa atau kegiatan sebagaimana dimaksud

Selasa, 24 Juni 2014

TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN


Masalah tindak pidana di bidang perpajakan merupakan hal yang sangat penting khususnya dalam rangka penegakkan hukum (law enforcement) yang harus dilaksanakan, agar ketentuan undang-undang dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya, terlebih dalam memenuhi rasa keadilan di masyarakat dan kepastian hukum. Tindak pidana itu sendiri adalah suatu peristiwa atau tindakan melanggar hukum atau undang-undang pajak yang dilakukan oleh seseorang yang tindakannya tersebut dapat dipertanggungjawabkan

Senin, 23 Juni 2014

KEBERATAN PAJAK


Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak,  dalam hal pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak merasa kurang atau tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas:

Minggu, 22 Juni 2014

RESTITUSI PPN


Salah satu ciri dari Pajak Pertambahan Nilai adalah adanya mekanisme pengkreditan antara Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran, di dalam SPT Masa PPN. Dalam, hal jumlah Pajak Masukan melebihi jumlah Pajak Keluaran, maka SPT Masa PPN tersebut akan berstatus lebih bayar. Terdapat beberapa keadaan yang menyebabkan jumlah Pajak Masukan melebihi jumlah Pajak Keluaran, yaitu :

Sabtu, 21 Juni 2014

TATA CARA PEMOTONGAN,PEMBAYARAN DAN PELAPORAN JASA KONSTRUKSI


Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan konstruksi, sedangkan Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
Tarif PPh pada jasa konstruksi bersifat final, yang artinya jika perusahaan

PEMETERAIAN KEMUDIAN


Pemeteraian Kemudian adalah salah satu cara pelunasan Bea Meterai  yang dilakukan atas :

1. Dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat
    pembuktian    dimuka  pengadilan.
2. Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya.
3. Dokumen yang dibuat diluar negeri yang akan digunakan di Indonesia.

KEWAJIBAN MENYAMPAIKAN DATA DAN INFORMASI KEPADA DJP


Dalam memori penjelasan   Peraturan Pemerintah  No. 31/2012 ditegaskan  bahwa :  Jenis Data dan informasi sebagaimana dimaksud adalah berupa (i) Data dan informasi yang berkaitan dengan kekayaan atau harta yang dimiliki orang pribadi atau badan, (ii) Data dan informasi yang berkaitan dengan ulang yang dimiliki orang pribadi atau badan, (iii) Data dan informasi yang berkaitan dengan penghasilan yang diperoleh atau diterima orang pribadi atau badan, (iv) Data dan informasi yang berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan dan/atau yang menjadi beban orang pribadi atau badan, (v) Data dan informasi yang berkaitan dengan

JASA PARKIR BEBAS PPN


Pemerintah mempertegas ketentuan tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Penyerahan Jasa Penyediaan Tempat Parkir.    Hal tersebut tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122 /PMK. 03/2012 tentang Kriteria Jasa Penyediaan Tempat Parkir Yang Termasuk Dalam Jenis Jasa Yang Tidak Kena Pajak Pertambahan Nilai. Itu berlaku sejak 17 Juli 2012 .     "Dalam peraturan tersebut, Pemerintah menegaskan kembali bahwa penyerahan jasa penyediaan tempat parkir tidak dikenakan PPN. Yang dimaksud dengan jasa penyediaan tempat parkir,

FUNGSI PAJAK


Dalam pengambilan kebijakan ekonomi berskala nasional, kebijakan pemerintah dibidang perpajakan (fiscal policy) merupakan kebijakan strategis dengan berbagai pengaruhnya pada proses pembangunan. Hal ini perlu disadari oleh masyarakat dengan mengetahui fungsi pajak bagi pembangunan, karena tidak mungkin suatu negara menghendaki merosotnya kehidupan ekonomi masyarakat akibat kebijakan di bidang perpajakan.

Jumat, 20 Juni 2014

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK


Jika setelah diadakan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dengan jumlah kredit pajak menunjukkan jumlah selisih Iebih (jumlah kredit pajak Iebih besar dari jumlah pajak yang terutang) atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, Wajib Pajak berhak untuk meminta kembali kelebihan pembayaran pajak, dengan catatan Wajib Pajak tersebut tidak mempunyai utang pajak.

BANDING


Apabila Wajib Pajak tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas keberatan, Sesuai dengan Pasal 27 UU KUP atau pun Pasal 35 UU Nomor 12 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak), Wajib Pajak dapat mengajukan banding (yaitu upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding, berdasarkan peraturan perundang-undangan pepajakan yang berlaku) kepada Pengadilan Pajak. Berikut ini adalah

KEBERATAN


Dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan kemungkinan terjadi bahwa wajib pajak merasa kurang/tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak. Keberatan yang diajukan terhadap materi atau isi dari ketetapan pajak yaitu jumlah rugi berdasarkan ketentuan undang-undang perpajakan, jumlah besarnya

SENGKETA PAJAK


Definisi sengketa pajak terdapat di UU Nomor 12 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Rumusannya adalah sebagai berikut; Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundangan-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Secara gramatikal rumusan tersebut menentukan bahwa sengketa dimulai sejak keluarnya keputusan pejabat yang berwenang (DJP) dan keputusan tersebut dapat diajukan banding atau gugatan ke Pengadilan Pajak (SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, STP).

PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS


Yang dimaksud dengan penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak dari semua pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak. Penagihan ini dilakukan dalam hal:

PENAGIHAN PAJAK


Jumlah pajak yang terutang berdasarkan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, yang tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai

SURAT KETETAPAN PAJAK


Sesuai dengan jiwa self assessment, Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya. Produk akhir dari sistem ini adalah penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) oleh Wajib Pajak. Dengan demikian, SPT merupakan sarana pertanggungjawaban sekaligus pelaporan kewajiban self assessment tersebut.

PEMERIKSAAN DI BIDANG PERPAJAKAN


Dasar hukum pemeriksaan adalah Pasal 29 UU KUP dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK04/2000 tentang Tata Cara pemeriksaan di bidang perpajakan. Dalam Pasal 29 dinyatakan bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk

KEWAJIBAN PEMBUKUAN


Di dalam UU KUP, diatur bahwa Wajib Pajak di Indonesia, yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, wajib menyelenggarakan pembukuan. Pengaturan seperti ini dimaksudkan agar dengan pembukuan tersebut dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.

Selain dapat dihitung besarnya Pajak Penghasilan, pajak-pajak lainnya juga dapat dihitung dari pembukuan tersebut. Agar Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

KEWAJIBAN MENDAFTARKAN DIRI DAN MELAPORKAN USAHA


Pasal 2 UU KUP menyebutkan bahwa: 1. Setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak. 2. Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat

NOMOR POKOK WAJIB PAJAK


Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan kode wajib pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan. Contohnya

Kamis, 19 Juni 2014

PENGHASILAN MENURUT UNDANG-UNDANG PPH



Menurut Pasal 4 Undang-Undang PPh, penghasilan di definisikan sebagai:
      ·        Setiap tambahan kemampuan ekonomis
      ·        Yang diterima (cash basis) atau diperoleh (accrual basis) 
            Wajib Pajak,
      ·        Baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia
      ·        Yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk 
            menambah kekayaan Wajib Pajak  yang  bersangkutan,
     ·        dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

WARISAN YANG BELUM TERBAGI



Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri  merupakan satu kesatuan menggantikan yang berhak.
Warisan yang belum terbagi ini dianggap sebagai Subjek Pajak Dalam Negeri dalam pengertian Undang-Undang PPh mengikuti status pewaris. Untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak.  Apabila warisan tersebut telah dibagi, kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris.
Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai

SUBJEK PAJAK


Pasal 1 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) menyebutkan bahwa PPh dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Sementara itu di Pasal 2 ayat 1-nya, disebutkan bahwa yang menjadi Subjek Pajak adalah:
1.    Orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak;

SAAT TERUTANGNYA PPN


Secara sederhana dapat dikatakan bahwa saat terutangnya PPN adalah pada saat dikonsumsinya (diserahkannya) Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Hanya saja, terdapat beberapa Objek Pajak Pertambahan Nilai yang memiliki ciri-ciri khusus berkaitan dengan penentuan saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai. Obyek-obyek tersebut adalah:

OBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA


Sesuai dengan karakteristiknya, Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak obyektif, yang penekanannya diutamakan kepada obyeknya terlebih dahulu, barulah kemudian kepada subyeknya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Objek Pajak Pertambahan Nilai adalah kegiatan konsumsi (penyerahan/pemanfaatan) Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Pihak penjual, yaitu pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dapat berkedudukan di dalam daerah pabean atau di luar daerah pabean. Tempat kedudukan pihak penjual, yaitu pihak yang menyerahkan Rarang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang berada di dalam daerah pabean, akan menimbulkan beberapa karakteristik sebagai berikut:

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA


Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan terhadap kemampuan ekonomi masyarakat.  Kemampuan ekonomi masyarakat dapat ditunjukkan dengan tingkat konsumsi di masyarakat. Konsumsi masyarakat inilah yang kemudian dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Dengan demikian, PPN merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang kena pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam daerah pabean.
 
Dasar hukum nya adalah UU No 8/1983 mengenai Pajak Pertambahan Nilai, sebagaimana telah diubah dengan UU No 42/2009.

Rabu, 18 Juni 2014

HUBUNGAN ISTIMEWA



1.    Pengertian hubungan istimewa

Di dalam praktik seringkali terjadi suatu badan usaha bertransaksi dengan badan usaha lainnya, sedangkan keduanya masih dalam satu kelompok usaha. Dalam hal demikian, tidak menutup kemungkinan terjadi transaksi hubungan istimewa yang tidak wajar. Untuk itu, Pasal 18 UU PPh telah memberikan batasan tentang hubungan istimewa, yaitu hubungan istimewa dianggap ada apabila:

PENGURANGAN YANG DIPERBOLEHKAN

Secara umum pengurang yang terkait dengan usaha diatur di dalam pasal 6 ayat 1 dan Pasal 9 ayat 1 UU PPh. Setiap pengeluaran dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sepanjang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dalam hal mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dan didukung dengan bukti yang memadai (valid & reliable). Berikut ini adalah rinciannya.

1.  Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan

KEWAJIBAN PEMBUKUAN


Di dalam UU KUP, diatur bahwa WP Badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan, yaitu suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir. Pengaturan seperti ini dimaksudkan agar dari pembukuan tersebut dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.

BUKAN OBJEK PPH BADAN


Sesuai dengan Pasal 4 ayat 3 UU PPh, beberapa non obyek PPh yang terkait dengan Wajib Pajak Badan adalah :

1. bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak, sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pemberi dan penerima.

OBJEK PPH BADAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL


Di dalam Pasal 4 ayat 2 UU PPh, dijelaskan bahwa atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

CARA MENGISI SPT TAHUNAN PP 46


Jika anda sebagai  Wajib Pajak yang bingung dalam hal mengisi SPT Tahunan PPh Orang pribadi terutama usahawan dan Badan Usaha yang telah menerapkan Peraturan Pemerintah nomor  46, disini dapat dijelaskan  sbb :   Sejak menerapkan PP 46 maka setiap Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sudah membayarkan PPh Pasal 4 ayat 2 sebesar 1 % dari peredaran bruto sejak Juli  sampai dengan desember 2013.    Atas pembayaran PPh Pasal 4 ayat 2 yang bersifat Final tersebut, WP tidak perlu lagi

Selasa, 17 Juni 2014

BIAYA YANG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN

Pasal 9 ayat 1 dan 2 UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan  dan memori penjelasan nya menegaskan bahwa : Biaya-biaya  yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dan tidak langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut.     Pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya melebihi kewajaran, sbb :

Senin, 16 Juni 2014

PENYETORAN PPH 1% MELALUI ATM


Penyetoran Pajak Penghasilan (PPh Final Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu)  dapat dilakukan melalui ATM pada Bank Persepsi yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.  Dasar hukum nya adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-37/PJ/2013 tanggal 30 Oktober 2013

Penyetoran Pajak Penghasilan melalui ATM dilakukan dengan memasukkan NPWP, Masa Pajak dan jumlah nominal Pajak Penghasilan yang akan dibayar.

PAJAK ATAS IKLAN


Garis besar mengenai  aspek perpajakan yang terkait dengan kegiatan usaha yang dilakukan  perusahaan untuk memperkenalkan produknya melalui media Iklan, baik iklan di koran, televisi, internet, radio ataupun media lainnya dapat dijelaskan sebagai berikut :  
 
1. PPN
Periklanan adalah jenis jasa yang tidak termasuk dalam negative list (jenis jasa yang tidak dikenai PPN). Dengan demikian jasa periklanan merupakan Jasa Kena Pajak (JKP).

Minggu, 15 Juni 2014

DASAR PENGENAAN PAJAK ATAS PEMBELIAN KENDARAAN BERMOTOR


Penjualan motor dari Dealer ke pembeli adalah merupakan Dasar Pengenaan Pajak karena sudah meliputi semua  komponen biaya (harga motor, BBN, biaya kirim dan potongan harga).   

Hal tersebut ditegaskan dalam pasal 1 angka 17 dan angka 18 Undang-Undang  Pajak Pertambahan Nilai bahawa  Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung PPN adalah Harga Jual yaitu nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, tidak termasuk PPN dan potongan harga yang dicantumkan
dalam Faktur Pajak.

Dalam memori penjelasan Undang-Undang PPN ditegaskan bahwa "Semua biaya seperti

PENGIRIMAN SURAT DENGAN PRANGKO BEBAS PPN


Peraturan Menteri Keuangan Nomor : PMK-93/PMK.03/2012 sebagai pengganti Keputusan Menteri Keuangan Nomor 168/KMK.03/2002 tentang Penyerahan Jasa Pengiriman Surat Dengan Prangko Yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menegaskan bahwa :

1. Prangko adalah label atau carik, atau teraan di atas kertas dengan bentuk dan ukuran tertentu, baik bergambar maupun tidak bergambar, yang memuat nama negara penerbit atau tanda gambar yang merupakan ciri khas negara penerbit, dan mempunyai nilai nominal tertentu berupa angka dan/atau

Jumat, 06 Juni 2014

PEMBERIAN DUKUNGAN KELAYAKAN

Dalam rangka  melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2012 tentang Pemberian Dukungan Kelayakan Atas Sebagian Biaya Konstruksi Pada Proyek Kerja Sama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur, Menteri Keuangan menerbitkan Panduan Pemberian Dukungan Kelayakan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 143/PMK.011/2013 tentang  Panduan Pemberian Dukungan

PEDOMAN PENGHITUNGAN PAJAK MASUKAN


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.03/2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor  78/PMK.03/2010  tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak diubah sebagai berikut:

Kamis, 05 Juni 2014

BENTUK, UKURAN DAN WARNA BENDA METERAI


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.03/2014  menegaskan bawa : Bentuk, ukuran, dan warna benda meterai berupa Meterai Tempel Tahun 2014 dengan nilai nominal Rp3.000,00 (tiga ribu rupiah) adalah sebagai berikut:

·    Bentuk meterai tempel nominal Rp3.000,00 (tiga ribu rupiah) adalah segi empat dengan 
    ukuran 32 mm x 24 mm;

·   Cetakan dasar menggunakan raster image dengan teks “DJP”, angka “3000”, dan 

Rabu, 04 Juni 2014

PEMBAYARAN KEMBALI PAJAK MASUKAN PKP GAGAL PRODUKSI



Peraturan Menteri Keuangan  Nomor 31/PMK.03/2014 tentang Penghitungan dan  Pembayaran kembali Pajak Masukan Pengusaha Kena Pajak Gagal Produksi  menggantikan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 81/PMK.03/2010 tentang Saat Penghitungan dan Tata Cara Pembayaran Kembali Pajak Masukan yang Telah Dikreditkan dan Telah Diberikan Pengembalian Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Mengalami Keadaan Gagal Berproduksi.

Minggu, 01 Juni 2014

PPN ATAS PENYERAHAN EMAS PERHIASAN



Dalam PMK Nomor 30/PMK.03/2014 Tentang PPN Atas Penyerahan Emas Perhiasan mengatur tentang pengenaan PPN atas penyerahan emas perhiasan oleh Pengusaha yang semata-mata melakukan kegiatan jual beli Emas Perhiasan yaitu perubahan pokoknya adalah :
  1. Besarnya PPN
  2. Status Pengkreditan Pajak Masukan
  3. Kewajiban PKP
Pengusaha Emas Perhiasan meliputi :

PPH PASAL 21 ATAS PENGHASILAN YANG DIBAYARKAN SEKALIGUS


Peraturan Menteri Keuangan Nomor:  16/PMK.03/2010  tentang  Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan sekaligus , menegaskan  beberapa hal penting sebagai berikut  :
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus, dikenai pemotongan