Di dalam UU KUP, diatur bahwa WP
Badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan, yaitu suatu proses
pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi
keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta
jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun
Pajak berakhir. Pengaturan seperti ini dimaksudkan agar dari pembukuan tersebut dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
Selain dapat dihitung besarnya
PPh, pajak-pajak lainnya juga harus dapat dihitung dari pembukuan tersebut.
Agar Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat
dihitung dengan benar, pembukuan harus mencatat juga jumlah harga perolehan atau nilai
impor, jumlah harga
jual atau nilai
ekspor, jumlah harga jual dari
barang yang
dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, jumlah pembayaran atas pemanfaatan
Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat
dikreditkan.
Dengan
demikian, pembukuan harus diselenggarakan dengan ca-a atau sistem
yang lazim dipakai di Indonesia
misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan
perundang-undangan perpajakan menentukan lain.
Pembukuan
harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan
atau kegiatan usaha yang sebenamya. Pembukuan atau harus diselenggarakan di Indonesia
dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan
disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh
Menteri Keuangan.
Pembukuan
sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingaa dapat dihitung
besarnya pajak yang terutang. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah
mendapat izin Menteri Keuangan.
Buku-buku,
catatan-catatan, dokumen-dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan
dan dokumen lain wajib disimpan selama 10 tahun di Indonesia, yaitu di tempat
kedudukan bagi Wajib Pajak badan.
1. Prinsip Taat Asas
Prinsip taat
asas adalah prinsip yang sama digunakan dalam metode pembukuan dengan tahun-tahun
sebelumnya, untuk mencegah penggeseran laba atau rugi. Prinsip taat asas dalam
metode pembukuan misalnya dalam penerapan:
a. Stelsel pengakuan penghasilan:
b. Tahun buku;
c. Metode penilaian persediaan;
d. Metode penyusutan dan
amortisasi
Perubahan metode pembukuan akan
mengakibatkan perubahan dalam prinsip taat asas yang dapat meliputi perubahan
metode dari kas ke akrual atau sebaliknya atau perubahan penggunaan metode
pengakuan penghasilan atau pengakuan biaya itu sendiri. Misalnya dalam metode
pengakuan biaya yang berkenaan dengan penyusutan aktiva tetap dengan
menggunakan metode penyusutan tertentu.
Misalnya, Wajib Pajak dalam tahun
2002 menggunakan metode penyusutan garis lurus atau straight line method. Dalam
tahun 2003 Wajib Pajak bermaksud mengubah metode penyusutan aktiva dengan
menggunakan metode penyusutan saldo menurun atau declining balance method.
Untuk keperluan tersebut, Wajib Pajak harus minta persetujuan terlebih dahulu
kepada Direktur Jenderal Pajak yang diajukan sebelum dimulainya tahun buku 2003
dengan menyebutkan atasan-atasan dilakukannya perubahan metode penyusutan dan
akibat dan perubahan tersebut. Selain itu, perubahan periode tahun buku juga
berakibat berubahnya jumlah penghasilan atau kerugian Wajib Pajak, oleh karena
itu perubahan tersebut juga harus mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak.
2. Stelsel Akrual dan Stelsel Kas
Stelsel akrual adalah suatu
metode penghitungan penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada
waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi tidak tergantung
kapan penghasiian itu diterima dan kapan biaya itu dibayar tunai. Termasuk
dalam pengertian stelsel akrual adalah pengakuan penghasilan berdasarkan metode
persentase tingkat penyelesaian pekerjaan yang umumnya dipakai di bidang
konstruksi dan metode lainnya yang dipakai di bidang usaha tertentu seperti
Build Operate and Transfer (BOT), Real Estate.
Stelsel kas adalah suatu metode
yang penghitungannya didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang
dibayar secara tunai. Menurut stelsel ini, penghasilan baru dianggap sebagai
penghasilan, bila benar-benar telah diterima tunai dalam suatu periode
tertentu, serta biaya baru dianggap sebagai biaya, bila benar-benar telah
dibayar tunai dalam suatu periode tertentu Stelsel kas biasanya digunakan oleh
perusahaan kecil orang pribadi atau perusahaan jasa misalnya transportasi,
hiburan, restoran, yang tenggang waktu antara
penyerahan jasa dan penerimaan pembayarannya tidak berlangsung lama.
Dalam stelsel
kas murni, penghasilan dari penyerahan barang atau jasa ditetapkan pada saat
diterimanya pembayaran dari langganan, dan biaya-biaya ditetapkan pada saat
dibayarnya barang, jasa, dan biaya operasi lainnya Dengan cara ini, pemakaian
stelsel kas dapat mengakibatkan penghitungan yang mengaburkan terhadap
penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari tahun ke tahun dapat disesuaikan
dengan mengatur penerimaan kas dan pengeluaran kas. Oleh karena itu untuk
penghitungan Pajak Penghasilan dalam memakai stelsel kas harus memperhatikan
hal-hal antara lain sebagai berikut:
a. Penghitungan jumlah penjualan
dalam suaiu periode harus meliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun
yang bukan. Dalam menghitung harga pokok penjualan harus diperhitungkan seluruh
pembelian dan persediaan.
b. Dalam memperoleh harta yang
dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasi, biaya-biaya yang
dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan
amortisasi.
c. Pemakaian stelsel kas harus
dilakukan secara taat asas (konsisten).
juga dinamakan stelsel campuran.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar