Rabu, 18 Juni 2014

HUBUNGAN ISTIMEWA



1.    Pengertian hubungan istimewa

Di dalam praktik seringkali terjadi suatu badan usaha bertransaksi dengan badan usaha lainnya, sedangkan keduanya masih dalam satu kelompok usaha. Dalam hal demikian, tidak menutup kemungkinan terjadi transaksi hubungan istimewa yang tidak wajar. Untuk itu, Pasal 18 UU PPh telah memberikan batasan tentang hubungan istimewa, yaitu hubungan istimewa dianggap ada apabila:

PENGURANGAN YANG DIPERBOLEHKAN

Secara umum pengurang yang terkait dengan usaha diatur di dalam pasal 6 ayat 1 dan Pasal 9 ayat 1 UU PPh. Setiap pengeluaran dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sepanjang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha dalam hal mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dan didukung dengan bukti yang memadai (valid & reliable). Berikut ini adalah rinciannya.

1.  Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan

KEWAJIBAN PEMBUKUAN


Di dalam UU KUP, diatur bahwa WP Badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan, yaitu suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir. Pengaturan seperti ini dimaksudkan agar dari pembukuan tersebut dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.

BUKAN OBJEK PPH BADAN


Sesuai dengan Pasal 4 ayat 3 UU PPh, beberapa non obyek PPh yang terkait dengan Wajib Pajak Badan adalah :

1. bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak, sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pemberi dan penerima.

OBJEK PPH BADAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL


Di dalam Pasal 4 ayat 2 UU PPh, dijelaskan bahwa atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

CARA MENGISI SPT TAHUNAN PP 46


Jika anda sebagai  Wajib Pajak yang bingung dalam hal mengisi SPT Tahunan PPh Orang pribadi terutama usahawan dan Badan Usaha yang telah menerapkan Peraturan Pemerintah nomor  46, disini dapat dijelaskan  sbb :   Sejak menerapkan PP 46 maka setiap Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sudah membayarkan PPh Pasal 4 ayat 2 sebesar 1 % dari peredaran bruto sejak Juli  sampai dengan desember 2013.    Atas pembayaran PPh Pasal 4 ayat 2 yang bersifat Final tersebut, WP tidak perlu lagi