Hak-hak petugas pajak (fiscus) dalam
undang-undang pajak di Indonesia
antara lain sebagai berikut :
- Hak menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan. Hak ini dilakukan secara jabatan oleh karena Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajibannya untuk mendaftarkan diri dan melaporkan usahanya ke kantor pajak. Hal ini dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh atau dimiliki kantor pajak ternyata Wajib Pajak telah memenuhi syarat untuk memperoleh NPWP.
- Hak untuk menerbitkan surat ketetapan pajak. Berbagai surat ketetapan pajak yang merupakan hak petugas pajak (fiscus) adalah Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).
- Hak menerbitkan Surat Paksa dan Surat Perintah Melakukan Penyitaan. Dalam hal Wajib Pajak tidak tida melunasi utang pajak sebagaimana ditentukan dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) setelah jatuh tempo pembayaran, maka fiscus mempunyai hak untuk menerbitkan Surat Paksa agar Wajib Pajak dalam waktu yang ditentukan yaitu 2x24 jam harus melunasi utang pajaknya. Apabila dalam jangka waktu tersebut Wajib Pajak tetap tidak melunasinya, maka fiscus dapat menindaklanjutinya dengan menerbitkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan, agar terhadap harta kekayaan Wajib Pajak dilakukan penyitaan sebagai jaminan untuk melunasi utang pajaknya.
- Hak untuk melakukan penyidikan. Penyidikan terhadap Wajib Pajak dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.
- Hak melakukan penyanderaan. Hak melakukan penyanderaan terhadap Wajib Pajak yaitu apabila Wajib Pajak masih mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya Rp.100.000.000 (seratus juta rupiah) dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar