Jasa
konstruksi termasuk salah satu jenis kegiatan yang penghasilannya dikenakan PPh
bersifat final. Pengenaan PPh Final ini mulai diterapkan sejak 2008 sejak
munculnya Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008. Pada masa sebelum 2008,
saat Peraturan Pemerintah Nomor 140 Tahun 2000 masih berlaku, secara umum
penghasilan dari usaha jasa konstruksi dikenakan PPh tetapi tidak bersifat
final.
Di
artikel ini akan diuraikan ketentuan umum mengenai pengenaan PPh Final atas
jasa konstruksi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2008. PP
Nomor 51 itu sendiri sekarang ini sudah diubah dengan (stdd) PP Nomor 40 Tahun
2009. Selain PP tersebut peraturan lain yang juga dijadikan sumber penulisan
artikel ini antara lain Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 187/PMK.03/2008
stdd PMK Nomor 153/PMK.03/2009 dan Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak Nomor
SE-05/PJ.03/2008.
Subjek Pajak
Dalam
konteks pengenaan PPh Final jasa konstruksi, yang dimaksud dengan kontraktor
adalah pengusaha jasa konstruksi yang memberikan atau menyediakan layanan jasa
kontruksi. Seperti yang disebutkan oleh peraturan-peraturan tersebut di atas,
kontraktor yang tercakup meliputi baik kontraktor yang berbentuk badan hukum
(badan usaha) maupun orang pribadi.
Dalam
ketentuan dan peraturan perundang-undangan di bidang konstruksi, kontraktor
yang berstatus sebagai orang pribadi dikelompokkan ke dalam kelompok Grade 1
dan hanya diperkenankan untuk mengerjakan proyek konstruksi dengan nilai tidak
lebih dari Rp 100.000.000,00 (Peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi
Nomor 11 Tahun 2006).
Objek PPh Final
Para
kontraktor tersebut di atas, dikenakan PPh atas penghasilan mereka yang berasal
dari kegiatan usaha jasa konstruksi. Usaha jasa konstruksi yang penghasilannya
ditetapkan menjadi objek PPh Final Pasal 4 ayat (2) terdiri dari 3 kelompok
jasa, yaitu:
· Jasa Perencanaan Konstruksi
Perencanaan
konstruksi adalah layanan jasa di bidang konstruksi yang hasil pekerjaannya
diwujudkan dalam bentuk dokumen perencanaan pembangunan bangunan atau bentuk
fisik lain. Misalnya jasa penggambaran bangunan (arsitek), jasa penelitian
tanah atau lahan tempat bangunan akan didirikan, jasa penelitian dan analisis
mengenai dampak lingkungan (amdal) dan jasa perencanaan pembangunan lainnya
baik yang merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan secara menyeluruh atau
sebagian atau dilakukan secara terpisah. Sedangkan yang dimaksud dengan ‘bentuk fisik lain’
adalah konstruksi teknik yang bukan berbentuk bangunan (gedung, rumah, dlsb)
seperti misalnya proyek pembangunan instalasi pembangkit tenaga listrik,
pembangunan instalasi pengeboran minyak, dlsb.
· Jasa Pelaksanaan Konstruksi
Jasa
pelaksanaan konstruksi adalah jasa di bidang konstruksi untuk melaksanakan
perencanaan konstruksi menjadi bentuk bangunan atau fisik lain atau jasa dalam
bentuk melaksanakan pembangunan bangunan. Termasuk di dalamnya adalah pekerjaan
konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model
penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and
construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build). Jasa
perbaikan, perawatan maupun pemeliharaan bangunan, khususnya yang dilakukan
oleh pemberi jasa yang kegiatan usahanya di bidang konstruksi (punya surat izin
usaha jasa konstruksi/SIUJK) juga termasuk dalam pengertian jasa pelaksanaan
konstruksi.
· Jasa Pengawasan Konstruksi
Jasa
pengawasan konstruksi adalah jasa di bidang pengawasan terhadap proyek atau
pelaksanaan konstruksi mulai dari awal pelaksanaan pekerjaan/proyek konstruksi
sampai selesai dan bangunan diserahterimakan. Misalnya jasa mandor konstruksi,
jasa penilai pekerjaan konstruksi.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar