Kamis, 11 Desember 2014

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 JASA


Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU PPh di atas, jenis imbalan jasa yang ditetapkan menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23 adalah:
  1. Jasa teknik;
  2. Jasa manajemen;
  3. Jasa konstruksi;
  4. Jasa konsultan; dan
  5. Jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Jasa Teknik

Mengenai istilah Jasa Teknik, Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak Nomor SE-35/PJ/2010 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Jasa Teknik adalah pemberian jasa dalam bentuk pemberian informasi yang berkenaan dengan pengalaman dalam bidang industri, perdagangan, dan ilmu pengetahuan. Pemberian jasa ini, masih menurut SE tersebut, dapat meliputi:
  1. Pemberian informasi dalam pelaksanaan suatu proyek tertentu, seperti pemetaan dan/atau pencarian dengan bantuan gelombang seismik;
  2. Pemberian informasi dalam pembuatan suatu jenis produk tertentu, seperti pemberian informasi dalam bentuk gambar-gambar, petunjuk produksi, perhitungan-perhitungan dan sebagainya; atau
  3. Pemberian informasi yang berkaitan dengan pengalaman di bidang manajemen, seperti pemberian informasi melalui pelatihan atau seminar dengan peserta dan materi yang telah ditentukan oleh pengguna jasa.
Jika ditelisik lebih seksama, penjelasan pada butir ke-2 mengenai Jasa Teknik di atas nyaris tidak berbeda jauh dengan definisi Royalti yang ada di Pasal 4 ayat (1) huruf h UU PPh. Hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan perbedaan pendapat dan perlakuan perpajakan terhadap Jasa Teknik dan Royalti. Apalagi jika mengingat tarif pemotongan PPh Pasal 23-nya sangat berbeda jauh. Jasa Teknik dipotong PPh Pasal 23 sebesar 2% sedangkan Royalti dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15%.

Jasa Manajemen

Jasa Manajemen adalah pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung dalam pelaksanaan atau pengelolaan manajemen. Cukup singkat. Tapi karena begitu singkatnya, penulis juga kesulitan untuk memahami apa maksud sebenarnya dari definisi tersebut. Kalau tidak salah, contoh riilnya misalnya ketika sebuah holding company atau parent company (perusahaan induk) memberikan konsultasi kepada subsidiaries (anak perusahaan atau perusahaan di bawah grupnya) dan holding atau parent company tersebut ikut serta dalam pengelolaan manajemen di anak perusahaan atau grup perusahaan.

Jasa Konstruksi

Mengenai jasa konstruksi, sebagian praktisi pajak berpendapat bahwa jasa konstruksi tidak lagi dikenai PPh Pasal 23 melainkan PPh Final Pasal 4 ayat (2). Sebab jasa konstruksi ini diatur secara khusus (lex specialis) oleh Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 stdd Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009. Di samping itu, dalam Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 pun tidak didapati redaksional maupun kolom untuk mencantumkan Jasa Konstruksi.

Jasa Konsultan

Jasa Konsultan merupakan pemberian jasa berupa advice (petunjuk, pertimbangan atau nasihat) profesional dalam suatu bidang usaha, kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga ahli atau perkumpulan tenaga ahli, yang tidak disertai dengan keterlibatan langsung tenaga ahli tersebut dalam pelaksanaannya (jika ada keterlibatan langsung, maka jasa tersebut menjadi Jasa Manajemen red.). Dalam definisi Jasa Konsultan ini juga semestinya tidak termasuk jasa konsultansi kontruksi. Sebab untuk jasa konsultansi konstruksi tergolong dalam kelompok jasa perencanaan di bidang konstruksi dan dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat (2).

Jasa Lainnya

Jasa lainnya adalah imbalan atas jasa lainnya selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Seperti kita ketahui, PPh Pasal 21 adalah PPh yang harus dipotong terhadap imbalan jasa untuk WP orang pribadi. Dan karena hampir seluruh imbalan jasa WP orang pribadi menjadi objek PPh Pasal 21, maka yang dimaksud dengan jasa lainnya ini adalah imbalan jasa yang dibayarkan/terutang kepada WP badan (badan usaha).



Tarif PPh & DPP

Tarif PPh Pasal 23 untuk imbalan jasa ditetapkan sebesar 2% (dua persen). Tetapi jika si penerima imbalan jasa tidak memiliki NPWP, tarifnya dinaikkan 100% menjadi 4% (empat persen).
Seperti yang disebutkan pada Pasal 23 ayat (1) huruf c.2 UU PPh di atas, nilai yang dijadikan sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah jumlah bruto imbalan jasa. Dan menurut SE-53/PJ/2009 tanggal 25 Mei 2009, yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan (pembayaran) dengan nama dan dalam bentuk apapun, tidak termasuk:
Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa;
  1. Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material;
  2. Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga;
  3. Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dikeluarkan oleh pihak kedua kepada pihak ketiga.
 

Tidak ada komentar :

Posting Komentar