Mekanisme
pembayaran PPN dapat dilakukan dengan cara menitipkan uang pajak kepada pihak
penjual (pihak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak) yang
telah berstatus sebagai Pengusaha Kena Pajak, atau dengan cara membayarkannya
secara langsung ke negara. Hal ini tidak berarti bahwa subyek pajak dapat
memilih untuk membayar PPN dengan menggunakan salah satu mekanisme pembayaran.
Penggunaan mekanisme pembayaran yang berbeda timbul karena kondisi dan situasi
transaksi yang berbeda pula (spesifik).
1. Pembayaran PPN dengan Menitipkan Ke Pihak
Penjual
Pembayaran
PPN dengan cara menitipkan uang pembayarannya kepada pihak penjual, yaitu pihak
yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dan telah berstatus
sebagai Pengusaha Kena Pajak, dilakukan dalam hal terjadi konsumsi Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Fajak oleh siapapun dan pihak penjual atau pihak yang
menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut. Cara seperti ini
merupakan cara yang paling umum dilakukan dan dikenal dengan mekanisme umum.
Dengan mekanisme ini, pihak penjual atau pihak yang menyerahkan Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak tersebut akan mendapatkan aliran uang masuk (cash
inflow) berupa Pajak Pertambahan Nilai (Pajak Keluaran). Pajak Keluaran yang
telah diterima dan merupakan cash inflow tersebut, akan disetorkan atau tidak
disetorkan ke negara, tergantung kepada hasil persandingan antara Pajak
Keluaran tersebut dengan Pajak Masukan atau Cash Outflow.
2. Pembayaran PPN Secara Langsung ke Negara
Mekanisme
pembayaran Pajak Pertambahan Nilai dengan cara membayarkan secara langsung ke
negara, dilakukan apabila:
(1). Dalam hal
Pengusaha Kena Pajak menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada
Instansi Pemerintah, dimana instansi pemerintah tidak menitipkan uang
pembayaran PPN kepada pihak penjual, melainkan langsung menyetorkannya ke
negara;
(2). Dalam hal terjadi impor Barang Kena Pajak, dimana pihak
yang melakukan impor akan membayar PPN secara langsung ke negara sebagai bagian
dari persyaratan untuk menebus Barang Kena Pajak yang diimpornya;
(3). Dalam hal terjadi pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari
luar daerah pabean, dimana pihak yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak akan
menyetor sendiri PPN yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang
berfungsi sebagai Faktur Pajak Standar;
(4). Dalam hal
terjadi pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean,
dimana pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud tersebut akan
menyetor sendiri PPN yang terutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang
berfungsi sebagai Faktur Pajak Standar;
(5). Dalam hal terjadi kegiatan membangun bangunan yang
dilakukan sendiri, apabila persyaratan-persyaratannya dipenuhi;
(6). Dalam hal
terjadi penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual
belikan, apabila persyaratan-persyaratannya dipenuhi. Pihak yang menyerahkan
aktiva, langsung menyetorkan PPN yang diterima dari pihak pembeli kepada
negara, tanpa mempertandingkannya terlebih dahulu dengan Pajak Masukan;
(7). Dalam hal SPT
Masa PPN berstatus kurang bayar yang disebabkan oleh jumlah Pajak Keluaran yang
lebih besar dibandingkan dengan jumlah Pajak Masukan, dimana batas paling
lambat untuk menyetorkan selisihnya (Pajak Keluaran VS Pajak Masukan) adalah
pada tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya. Terdapat Pengusaha Kena Pajak
tertentu yang Dasar Pengenaan Pajaknya menggunakan Nilai Lain, artinya jumlah Pajak
Masukannya dianggap (deemed) selalu lebih kecil dibandingkan dengan jumlah
Pajak Keluarannya, sehingga SPT Masa PPN-nya selalu berstatus kurang bayar.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar