Tidak
Termasuk dalam Pengertian Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 adalah:
1. Pembayaran
manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa;
2. Penerimaan
dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh
Wajib Pajak atau pemerintah;
3. Iuran
pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada
badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial
tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;
4. Zkat yang diterima oleh orang pribadi yang
berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama
yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak
ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
5. Beasiswa,
yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Ketentuan
Lain
1. Pemotong
PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dan penerima penghasilan yang Dipotong PPh
Pasal 21 wajib mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
2. Pegawai,
penerima pensiun berkala, serta bukan pegawai wajib membuat surat pernyataan
yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun kalender atau pada saat
mulai menjadi Subjek Pajak dalam negeri sebagai dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya
kepada Pemotong PPh Pasal 21 dan/ atau PPh pasal 26 pada saat mulai bekerja
atau mulai pension;
3. Dalam
hal terjadi perubahan tanggungan keluarga bagi pegawai, penerima pensiun
berkala dan bukan pegawai wajib membuat surat pernyataan baru dan menyerahkannya
kepada pemotong PPh Pasal 21 dan/ atau PPh Pasal 26 paling lama sebelum mulai
tahun kalender berikutnya;
4. Pemotong
PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan
melaporkan PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan
kalender, dan membuat Bukti Pemotongan PPh Pasal 21;
5. Pemotong
PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 wajib membuat catatan atau kertas kerja
perhitungan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk masing-masing penerima
penghasilan, yang menjadi dasar pelaporan PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26
yang terutang untuk setiap masa pajak dan wajib menyimpan catatan atau kertas
kerja perhitungan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
6. Ketentuan
mengenai kewajiban untuk melaporkan pemotongan PPh pasal 21 dan/atau PPh Pasal
26 untuk setiap bulan kalender tetap berlaku, dalam hal jumlah pajak yang
dipotong pada bulan yang bersangkutan nihil;
7.
Dalam hal dalam suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran
pajak atas PPh pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang terutang oleh pemotong PPh
pasal 21 dan/atau PPh pasal 26, kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan
dengan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang terutang pada bulan berikutnya
melalui Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26;
8. Bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif 20% lebih tinggi.
8. Bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif 20% lebih tinggi.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar