1. Pengertian
hubungan istimewa :
Di dalam praktik seringkali
terjadi suatu badan usaha bertransaksi dengan badan usaha lainnya, sedangkan
keduanya masih dalam satu kelompok usaha. Dalam hal demikian, tidak menutup
kemungkinan terjadi transaksi hubungan istimewa yang tidak wajar. Untuk itu,
Pasal 18 UU PPh telah memberikan batasan tentang hubungan istimewa, yaitu
hubungan istimewa dianggap ada apabila:
a. Wajib Pajak
mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% pada
Wajib Pajak lain, hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah
25% pada dua Wajib Pajak atau lebih demikian pula hubungan antara dua Wajib
Pajak atau lebih yang disebut terakhir.
Misalnya, PT A mempunyai 50% saham PT B. Pemilikan saham oleh PT A merupakan
penyertaan langsung. Selanjutnya apabila PT B tersebut mempunyai 50% saham PT
C, PT A sebagai pemegang saham PT B secara tidak langsung mempunyai penyertaan
pada PT C sebesar 25%. Dalam hal demikian antara PT A, PT B dan PT.
C dianggap terdapat hubungan istimewa. Apabila PT A juga memiliki 25% saham PT
D, antara PT B, PT C dan PT D dianggap terdapat hubungan istimewa.
b. Wajib Pajak
menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah
penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung.
2. Konsekuensi dalam Transaksi Hubungan Istimewa :
a Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan
kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan utang sebagai
modal untuk menghitung besarnya Penghasilan
Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak
lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh
hubungan istimewa.
b. Direktur Jenderal Pajak
berwenang melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan bekerja sama dengan pihak
otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antar pihak-pihak
yang mempunyai hubungan istimewa yang berlaku selama suatu periode tertentu dan
mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu.tersebut
berakhir.
c. Pengeluaran dengan jumlah yang
melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang
mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto (lihat Pasal 9 ayat 1 huruf f UU
PPh atau pembahasan sebelumnya di Non
Deductible Expense)
Tidak ada komentar :
Posting Komentar