Wajib Pajak yang melunasi Utang Pajak sebelum tanggal 1Januari 2016 diberikan Penghapusan Sanksi Administrasi. Utang Pajak sebagaimana dimaksud adalah jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar pada saat jatuh tempo pelunasan sebagaimana tercantum dalam SKPKB, atau SKPKBT, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, yang timbul sebelum tanggal 1 Januari 2015.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29/PMK.03/2015
TENTANG
PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI
BUNGA YANG TERBIT BERDASARKAN
PASAL 19 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA
TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2009
PASAL 19 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA
TELAH BEBERAPA KALI DIUBAH TERAKHIR DENGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2009
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
|
:
|
a.
|
bahwa
dalam rangka mendorong Wajib Pajak untuk melunasi utang pajak sebagai usaha
meningkatkan penerimaan negara, diperlukan instrumen kebijakan di bidang
perpajakan;
|
|||
b.
|
bahwa
berdasarkan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, Direktur Jenderal Pajak diberikan
kewenangan untuk mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa
bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan;
|
|||||
c.
|
bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu
untuk menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penghapusan Sanksi
Administrasi Bunga yang Terbit Berdasarkan Pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir dengan Undang Undang Nomor 16
Tahun 2009;
|
|||||
Mengingat
|
:
|
1.
|
Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2009
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
|
|||
2.
|
Peraturan Pemerintah Nomor 74
Tahun 2011
tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5268);
|
|||||
3.
|
Peraturan Presiden Nomor 24
Tahun 2010
tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan
Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 14
Tahun 2014
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 25);
|
|||||
MEMUTUSKAN:
|
||||||
Menetapkan
|
:
|
PERATURAN
MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI BUNGA YANG TERBIT
BERDASARKAN PASAL 19 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH BEBERAPA KALl
DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2009.
|
||||
Pasal 1
|
||||||
Dalam
Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
|
||||||
1.
|
Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut
Undang-Undang KUP adalah Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
|
|||||
2.
|
Utang
Pajak adalah jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar pada saat jatuh
tempo pelunasan sebagaimana tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan
Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar
bertambah.
|
|||||
3.
|
Sanksi
Administrasi adalah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen)
per bulan yang terbit karena Utang Pajak tidak atau kurang dibayar
sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang KUP.
|
|||||
4.
|
Penghapusan
Sanksi Administrasi adalah penghapusan atas sisa Sanksi Administrasi dalam
Surat Tagihan Pajak yang belum dibayar oleh Wajib Pajak.
|
|||||
Pasal 2
|
||||||
(1)
|
Wajib
Pajak yang melunasi Utang Pajak sebelum tanggal 1 Januari 2016 diberikan
Penghapusan Sanksi Administrasi.
|
|||||
(2)
|
Utang
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Utang Pajak yang timbul
sebelum tanggal 1 Januari 2015.
|
|||||
Pasal 3
|
||||||
(1)
|
Untuk
dapat memperoleh Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana tersebut dalam
Pasal 2 Wajib Pajak menyampaikan surat permohonan kepada Direktur Jenderal
Pajak.
|
|||||
(2)
|
Permohonan
Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
|||||
a.
|
Utang
Pajak telah dilunasi oleh Wajib Pajak; dan
|
|||||
b.
|
terdapat
sisa Sanksi Administrasi dalam Surat Tagihan Pajak yang belum dibayar oleh
Wajib Pajak.
|
|||||
(3)
|
Permohonan
Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
|||||
a.
|
1
(satu) permohonan untuk 1 (satu) Surat Tagihan Pajak, kecuali dalam hal atas
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding atau Putusan Peninjauan Kembali diterbitkan lebih dari 1 (satu) Surat
Tagihan Pajak, maka 1 (satu) permohonan dapat diajukan untuk lebih dari 1
(satu) Surat Tagihan Pajak;
|
|||||
b.
|
diajukan
secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
|
|||||
c.
|
melampirkan
bukti pelunasan Utang Pajak berupa Surat Setoran Pajak atau sarana
administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak;
|
|||||
d.
|
disampaikan
ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; dan
|
|||||
e.
|
ditandatangani
oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat permohonan ditandatangani bukan oleh
Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa
khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP.
|
|||||
(4)
|
Permohonan
Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diajukan paling banyak 2 (dua) kali.
|
|||||
(5)
|
Dalam
hal Wajib Pajak mengajukan permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi yang
kedua, permohonan tersebut harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3
(tiga) bulan sejak tanggal surat keputusan Direktur Jenderal Pajak atas
permohonan yang pertama dikirim, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa
jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan
Wajib Pajak.
|
|||||
(6)
|
Permohonan
Penghapusan Sanksi Administrasi yang kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
tetap diajukan terhadap Surat Tagihan Pajak yang telah diterbitkan surat
keputusan Direktur Jenderal Pajak.
|
|||||
(7)
|
Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) berlaku juga untuk permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi yang
kedua.
|
|||||
Pasal 4
|
||||||
(1)
|
Direktur
Jenderal Pajak menindaklanjuti permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dengan meneliti persyaratan dan
ketentuan tersebut.
|
|||||
(2)
|
Dalam
hal permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi:
|
|||||
a.
|
tidak
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3); dan/atau
|
|||||
b.
|
tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), ayat (4),
ayat (5), dan/atau ayat (6),
|
|||||
Direktur
Jenderal Pajak mengembalikan permohonan tersebut dengan menyampaikan surat
yang berisi mengenai pengembalian permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi.
|
||||||
(3)
|
Dalam
hal permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi dikembalikan karena tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dan ayat (6)
atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), berlaku
ketentuan sebagai berikut:
|
|||||
a.
|
untuk
permohonan yang pertama, Wajib Pajak dianggap belum mengajukan permohonan
sehingga Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan paling banyak 2 (dua)
kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4); atau
|
|||||
b.
|
untuk
permohonan yang kedua, Wajib Pajak masih dapat mengajukan permohonan
sepanjang jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(5) belum terlampaui.
|
|||||
(4)
|
Dalam
hal permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi dikembalikan karena tidak
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dan/atau ayat
(5), Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan kembali.
|
|||||
(5)
|
Dalam
hal permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi telah memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat
(6), serta persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), Direktur
Jenderal Pajak memberikan Penghapusan Sanksi Administrasi dengan menerbitkan
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan
Penghapusan Sanksi Administrasi.
|
|||||
(6)
|
Surat
Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan
Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterbitkan atas
masing-masing Surat Tagihan Pajak yang diajukan permohonan, paling lama 6
(enam) bulan sejak tanggal surat permohonan diterima.
|
|||||
Pasal 5
|
||||||
Dalam
hal Wajib Pajak mengajukan permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), tindakan penagihan pajak atas
Surat Tagihan Pajak tersebut ditangguhkan sampai dengan tanggal
diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi
Administrasi atau tanggal surat pengembalian permohonan Penghapusan Sanksi
Administrasi.
|
||||||
Pasal 6
|
||||||
(1)
|
Penghapusan
Sanksi Administrasi dilakukan secara jabatan dalam hal:
|
|||||
a.
|
Wajib
Pajak telah mengajukan 2 (dua) kali permohonan pengurangan atau penghapusan
sanksi administrasi; atau
|
|||||
b.
|
Wajib
Pajak telah mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi, tetapi jangka waktu 3 (tiga) bulan untuk pengajuan kedua kali
telah terlampaui.
|
|||||
(2)
|
Penghapusan
Sanksi Administrasi secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan apabila Wajib Pajak telah memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
|||||
a.
|
Utang
Pajak telah dilunasi oleh Wajib Pajak; dan
|
|||||
b.
|
terdapat
sisa Sanksi Administrasi dalam Surat Tagihan Pajak yang belum dibayar oleh
Wajib Pajak.
|
|||||
(3)
|
Direktur
Jenderal Pajak memberikan Penghapusan Sanksi Administrasi secara jabatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menerbitkan Surat Keputusan
Pengurangan Sanksi Adrninistrasi atau Surat Keputusan Penghapusan Sanksi
Administrasi.
|
|||||
(4)
|
Surat
Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan
Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan atas
masing-masing Surat Tagihan Pajak.
|
|||||
Pasal 7
|
||||||
Dokumen
berupa:
|
||||||
1.
|
Surat
Permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1);
|
|||||
2.
|
Surat
Pengembalian Permohonan Penghapusan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2); dan
|
|||||
3.
|
Surat
Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan
Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) dan Pasal 6
ayat (3),
|
|||||
dibuat
dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
|
||||||
Pasal 8
|
||||||
Peraturan
Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
|
||||||
Agar
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia
|
||||||
Ditetapkan
di Jakarta
|
||||||
pada
tanggal 13 Februari 2015
|
||||||
MENTERI
KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
|
||||||
ttd.
|
||||||
BAMBANG P. S. BRODJONEGORO
|
||||||
Diundangkan
di Jakarta
|
||||||
Pada
tanggal 13 Februari 2015
|
||||||
MENTERI
HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA, |
||||||
ttd.
|
Tidak ada komentar :
Posting Komentar